Airi Hoshinoyuki On Selasa, 01 Maret 2011

-oOo-
"Ehm…" Hinata merasakan cahaya matahari yang mulai merambat kewajahnya melalui sela-sela korden yang sedikit terbuka. Pelan-pelan Hinata membuka matanya, mengerjap, melihat suaminya yang masih terlelap dengan irama nafas yang terdengar teratur dan wajah yang terlihat damai. 'Sasuke-kun belum bangun, mungkin terlalu lelah.' Tanpa Hinata sadari dia masih saja melihat ekspresi tidur suaminya. 'Ternyata Sasuke-kun tampan.' Seketika semburat merah kembali muncul di pipi Hinata. Hinata segera memalingkan wajahnya dan segera beranjak ke kamar mandi. 'Apa yang tadi kupikirkan…'
Sasuke terbangun dari tidurnya karena mendengar gemericik air dari kamar mandinya, dilihatnya istrinya tidak lagi di sampingnya. Hanya ada dia di atas ranjangnya. 'Benar-benar terlewatkan begitu saja.' Suara air sudah berhenti, Sasuke bangun dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi. Dibukanya pintu kamar mandi, istrinya dengan jubah mandinya mengeringkan rambut dengan melihat bayangannya di cermin. 'Cantik.' Entah kenapa kata itu terlintas di pikirannya. Sasuke segera memalingkan wajahnya dan menuju shower. Hinata yang baru sadar akan kedatangan suaminya, sedikit terperanjat.
"S-sasuke-kun…Kau mau mandi sekarang?"
"Hn." Jawab Sasuke sambil lalu.
"A-apa airnya perlu kusiapkan?"
"Tidak perlu."
"Y-ya sudah, a-aku akan segera keluar."
"Apa jika tetap di dalam sini kau tidak bisa meneruskan kegiatanmu?"
"T-tentu saja bisa, t-tapi—"
"Bukannya kita sudah menikah, bersikaplah selayaknya seorang istri."
Hening. Hanya terdengar tirai dibuka dan ditutup kembali, lalu suara gemericik air langsung terdengar, menandakan Sasuke mulai melakukan kegiatannya, mandi. Hinata menuruti apa yang dikatakan suaminya, tetap di dalam dan meneruskan kegiatannya, mengeringkan rambut. 'Sepertinya sudah kering, aku akan keluar.'
"Hinata."
Hinata terpaku di tempatnya. "I-iya?"
"Bisakah kau ambilkan handuk atau jubah mandi untukku? Aku lupa membawanya." Sasuke dengan nada suaranya yang tenang. Suara shower sudah sepenuhnya berhenti.
"B-ba-baik, akan aku ambilkan."
Hinata kembali dengan membawa jubah mandi, setelah mendekati shower yang tertutup tirai rapat, Hinata membalikkan tubuhnya dan mencoba memberikan jubah mandi Sasuke dengan membelakangi tirai.
"I-ini Sasuke-kun…" Hinata menyodorkan jubah mandinya ke belakang tetap dengan posisi membelakangi Sasuke. 'Kenapa aku jadi terus-terusan gugup begini? Biasanya aku seperti ini hanya di depan seorang saja. Ya, hanya seorang.'
"Hn." Andai Hinata sedikit berani menoleh ke arah Sasuke maka dia bisa melihat ujung bibir Sasuke yang sedikit tertarik, Sasuke senyum, sedikit tersenyum melihat tingkah istrinya.
Hinata langsung berlari keluar kamar mandi yang berarti kembali ke kamar tidurnya. Mukanya memerah, mungkin sudah menyerupai tomat —sayur atau buah— yang digemari suaminya. Hinata melihat tempat tidurnya yang berantakan, segera membersihkan dan menatanya kembali, mungkin ini kegiatan barunya sebagai seorang istri yang akan terus dijalaninya.
-oOo-
Januari, Winter Fuyu
"Ehemmm!" Suara batuk kepala keluarga yang terdengar seperti dibuat-buat memecahkan keheningan di antara empat anggota keluarga yang hampir menyelesaikan sarapannya. Sang kepala keluarga —Fugaku— duduk di pusat meja. Di sebelah kiri, duduklah istrinya —Mikoto— ibu dari dua orang putra. Di sebelah kanan, ada anak bungsunya yang lebih sering menghabiskan waktunya untuk tetap tinggal di dekat kedua orang tuanya dengan menjalankan bisnis keluarga yang ada di dalam negeri. Di samping kanan sang anak bungsu duduk seorang wanita cantik yang hampir satu bulan dinikahinya.
"Mm… Ngomong-ngomong Itachi-kun dan Sai-kun tega sekali tidak menghadiri pernikahan adiknya dan sepupunya." Mikoto memulai percakapan.
"Hn. Mungkin Itachi iri, lihat saja sudah lebih tua lima tahun dari Sasuke tetapi belum juga menikah. Alasannya, selalu belum menemukan yang cocok, dan sekarang lebih jarang pulang ke rumahnya, ke tanah airnya. Apa-apaan itu! Dan Sai, pulang tidak langsung ke rumah tapi lebih memilih apartemen..."
"Itachi-kun mungkin sangat sibuk. Jangan seperti itu Fugaku-kun…"
"Kau kan yang memulai Mikoto-chan…"
"Sepertinya harus mengganti topik. Oh iya Hinata-chan, apa kau telat atau mungkin sering muntah-muntah akhir-akhir ini?"
Hinata yang mendengar pertanyaan itu segera menghentikan kegiatan makannya dan melihat ke arah ibu mertuanya. "Telat?"
"Iya, telat… Ehm, kalau begitu langsung saja. Apa kau sudah hamil?"
Bruuussshhh…
Uhukk… Uhukk… Uhukk…
Sasuke yang kebetulan sedang meminum air putihnya langsung menyemburkannya dan disusul dengan batuk-batuk. Hinata tak kalah kagetnya. 'Mana mungkin...' Kata itu yang muncul di kepala mereka berdua.
"Kau tidak sopan Sasuke-kun…"
"Salah Okaa-san, kenapa tiba-tiba menanyakannya?" Tetap dengan nada yang tenang.
"Tidak ada yang salah, kalian sudah hampir satu bulan menikah, wajar kalau Hinata hamil."
"T-tapi Okaa-san... Belum, belum ada tanda-tandanya." Hinata meluruskan. 'Ya iyalah!' Muncul lagi kata-kata di kepala mereka berdua.
"Apa sudah dites Hinata-chan? Padahal kami sudah menginginkan cucu, begitu juga dengan Hiashi, dia juga pasti menginginkan cucu darimu Hinata…" Sekarang Fugaku yang ikut campur.
"Kau payah Sasuke-kun…" Ucapan dari sang ibu yang dapat menusuk jantung Sasuke seketika.
"A-a-apa?" Bukan hanya menusuk, tapi juga menyebabkan gugup seketika, buktinya penyakit Hinata menular padanya.
"Iya, kau payah!" Sang ayah menambahkan.
'Sabar… Sabar Sasuke…' Suara hati Sasuke menenangkan dirinya sendiri.
"Cukup, aku berangkat sekarang." Setelah dapat mengendalikan emosinya, keluar lagi nada suara yang tenang dan dingin. Sasuke sudah berdiri dari tempat duduknya.
"Kau marah Sasuke-kun? Okaa-san dan Otou-san hanya bercanda…" Mikoto mencoba menenangkan.
"Aku tidak bercanda, aku serius." Fugaku menambahkan dengan santainya, Mikoto sweat drop.
"Hn." Hanya itu yang keluar dari mulut Sasuke, yang segera keluar ruangan menuju pekerjaannya sehari-hari, menggantikan Fugaku sebagai Direktur Utama di Uchiha Corporation. Fugaku hanya hadir jika ada Rapat Umum Pemegang Saham. Sedangkan untuk Hyuuga Corporation, posisi Direktur Utama untuk sementara diduduki Neji sebelum diambil alih sang heiress, Hinata.
"Saya akan mengantarkan Sasuke-kun ke depan…" Hinata mempercepat langkahnya agar dapat menyusul langkah lebar Sasuke.
"Hn." Jawaban serempak kedua orang yang masih tersisa di meja makan, yang tidak mau lagi menyebabkan suasana menjadi bertambah buruk.
-oOo-
"Sasuke-kun, jangan diambil hati ya, mungkin mereka memang bercanda." Hinata sudah ada di samping Sasuke yang hampir membuka pintu mobilnya.
"Aku tidak peduli. Mungkin sebaiknya harus kubuktikan kalau aku tidak payah." Tetap dengan nada tenangnya Sasuke. "Baiklah, mulai sekarang kita percepat jalur suami istri kita."
"…"
"Kau mengerti maksudku kan, Hinata?" Nada tenang lagi, ditambah seringai yang otomatis membuat Hinata merona dan kehilangan kata-kata. "Aku pergi dulu." Tambah Sasuke seraya mengecup kening istrinya. Hinata hanya terpaku di tempatnya berdiri sampai mobil suaminya tak terlihat lagi.
Sasuke yang tengah mengendarai sedan hitamnya, tak bosan-bosannya menyunggingkan senyum. Mungkin jika ada fans girl-nya yang melihat, dapat dipastikan nosebleed atau lebih parahnya dapat menyebabkan hilang kesadaran alias pingsan di tempat seketika dengan hidung yang terus mengucurkan darah segar.
'Mungkin ini awal yang baik untuk kami.' Batin Sasuke. 'Sepertinya aku harus berterima kasih kepada kedua orang tuaku yang telah berbaik hati mengata-ngataiku.'
Hinata kembali ke kamarnya dengan pikiran yang melayang ke saat masa-masa pengantin barunya yang sudah hampir satu bulan terlewatkan.
Flashback
Setelah satu minggu menikah dan hubungan antara Sasuke dan Hinata lebih tepat dibilang seperti teman yang berbagi tempat tidur atau teman sekamar —mungkin lebih buruk karena mereka bicara jika diperlukan saja dan itupun jarang— malam itu Sasuke memulai percakapan.
"Hinata." Panggil Sasuke —yang tidak lepas dari buku tebal yang dibacanya sambil duduk di ranjang— kepada Hinata yang berbaring di samping kirinya tetapi belum memejamkan mata.
"Ya?" Hinata belum mengalihkan pandangannya dari langit-langit kamarnya.
"Okaa-san menanyakan tentang bulan madu."
"Eh? Lalu kau bilang apa Sasuke-kun?" Sekarang Hinata mengalihkan pandangannya ke Sasuke yang sama sekali belum mengalihkan pandangan dari obyek semula, sejenis buku tentang manajemen dan bisnis.
"Aku bilang akan membicarakan denganmu."
"Kalau masalah itu, aku—"
"Aku akan bilang pada Okaa-san kalau aku sibuk." Potong Sasuke dingin sambil menutup bukunya cepat, meletakkannya di meja sebelah kanan ranjangnya, mengganti lampu kamar dengan penerangan dari lampu meja, dan berbaring membelakangi Hinata. Hinata tidak dapat berbicara lagi, karena kalau sudah seperti ini dia mungkin hanya akan seperti orang gila yang berbicara sendiri, jika nekat mengeluarkan suara. Yang selanjutnya dapat dilakukan Hinata hanya menutup mata dan meluncur ke alam mimpinya.
Begitulah kehidupan pengantin baru Sasuke dan Hinata, tidak banyak berubah untuk hari-hari dan malam-malam selanjutnya, Hinata hanya merapikan tempat tidur dan menyiapkan pakaian kerja suaminya tiap pagi, pergi ke ruang makan bersama, mengantarkan Sasuke ke depan rumah saat berangkat kerja, terkadang sekali-sekali bicara tentang pekerjaan —karena Sasuke dan Hinata kebetulan kuliah pada jurusan yang sama, dan entah disengaja atau tidak di kampus yang sama pula— setelah itu diam dan tidur saling membelakangi.
End
Hinata sudah berada di kamarnya, meraih ponselnya, duduk di tepi ranjangnya dan terlihat hendak menghubungi seseorang. Ponsel dipegang dengan tangan kanannya dan diletakkan dekat telinga kanannya. Setelah mendengar jawaban dari seberang, dia mengeluarkan suaranya.
"Bagaimana? Apa kau pernah bertemu dengannya?"
Hinata terlihat menyimak yang diucapkan lawan bicaranya.
"Oh, begitu... Aku hanya takut terjadi apa-apa dengannya. Ehm... Kalau sudah bertemu tolong kabari aku, aku hanya ingin tahu keadaannya."
Hinata terlihat menyimak lagi.
"Kalau begitu terima kasih dan maaf mengganggu waktumu Kiba-kun..."
Hinata memencet tombol dengan tanda memutuskan hubungan, meletakkan ponselnya di meja pinggir tempat tidurnya dan berjalan mendekati jendela kaca yang lebar, tingginya hampir dua kali tinggi tubuh Hinata dengan tirai putih tebal yang diikat pada kedua sisi jendela —atau lebih tepat disebut pintu kaca karena yang jika dibuka dapat menuju balkon yang lumayan luas untuk diletakkan meja kecil dan sepasang kursi— dan Hinata membiarkannya tetap tertutup dan menerawang ke depan dengan tatapan kosong. 'Apa yang sebenarnya terjadi?' Muncul pertanyaan yang belum dapat terjawab.
-oOo-
~TO BE CONTINUE~
GOMEN & ARIGATOU

Terima kasih atas kunjungan anda, semoga postingan saya bermanfaat. Tolong berikan pendapat anda tentang postingan saya.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments